"Kev, terimakasih untuk hari ini"
"Em. Sama-sama, lekaslah tidur. Besok kau harus bekerja. Selamat malam, Al" Kev menjatuhkan kecupnya tepat dipipi kananku.
Aku mengangguk kaku. Kev pun tersenyum sekali lagi lantas pergi.
***
"Andry? Bagaimana kau bisa masuk?" Aku sedikit kaget mendapati Andry berada di kamarku, duduk di kasurku. Dengan muka yang begitu cemas?
"Kau dari mana saja baru pulang jam segini. Kau ini perempuan, Al. Mana bagus jalan berdua dengan lawan jenis hingga malam begini"
"Aih, kau kenapa? Sudah tak ngambek denganku ya?"
"Siapa bilang aku ngambek?"
"Lantas dua bulan belakangan ini apa? Menyapaku saja tidak" Ucapku membuang muka belagak ngambek.
"Haha. Saat itu aku sedang ribet dengan pekerjaan. Daripada aku tak fokus berada dekatmu. Lebih baik tidak dekat sama sekali"
"Kejam" Aku berlari memeluk Andry. Tidak tahu aku hanya merasa rindu.
"Ale, andai saja kau tahu" Ucap Andry pelan, lebih pelan dari desauan angin.
"Kau barusan bilang apa, Dry?"
"Tidak, bukan apa-apa"
Aku senang. Akhirnya manusia menyebalkanku kembali lagi. Apa ini cinta? Kurasa bukan. Aku hanya terlanjur bergantung pada Andry dan tidak ingin kehilangannya lagi. Tidak lebih dari itu. Aih, percayalah.
"Apa kabarmu?" Tanyaku sembari melepas peluk.
"Aku baik saja. Kau bagaimana? Bocah kecil ini semakin dekat saja dengan lelaki kemarin di tahun baru itu"
"Maksudmu... Kev? Ah dia hanya bosku, tidak lebih"
"Bos tapi sudah mengecupmu sebanyak dua kali? Setidaknya itu yang ku lihat sendiri"
"Apa maksudmu? Jangan menggodaku dengan hal yang begituan"
"Apa? Kenapa? Sudah berapa kali dia mengecupmu? Haha"
"Andry. Lebih baik keluar sana. Kau semakin menyebalkan"
"Cie cie, bocah kecil udah gede"
"Andry....!!!" Aku mendorong-dorongnya menuju pintu saking sebalnya. Dan ada lipatan origami merah yang terjatuh. Kurasa berasal dari sakunya.
"Apa ini? Untuk apa om om itu menyimpan kertas semacam ini?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar