Bukk. Ku rebahkan diri pada kasur. Memandang langit langit kamar sejenak, kemudian beralih pada satu bingkai, berlukis wanita anggun dengan dress selutut beserta senyum sejuk. "Bi, beberapa hari ini aku bertemu dengan wanita lain. Namanya Hana. Pertemuan ini terasa aneh Bi. Aku bingung".
Sumpah demi apapun aku belum bisa mengerti kenapa aku dipertemukan dengan wanita aneh bernama Hana itu. Dia sebutku pecundang dan aku tetap mau mengantarnya pulang. Menuruti maunya untuk menikmati senja. Lantas mau membalas ciumnya. Aih debarnya masih terasa hingga kini. Dalam sehari dia bisa ciumku tiga kali. Pergaulan yang bagaimana yang dianutnya selama ini.
"Bang, kau sudah pulang?"
"Ada apa?"
"Bunga yang kau pesan seperti biasanya sudah datang"
"Ambilkan untukku dek"
"Uangnya?"
"Masuklah"
Pintu bergerak mundur, adikku muncul setelahnya. Mukanya cemberut.
"Hei dek kenapa cemberut seperti itu?"
"Kenapa tidak ambil sendiri saja sih bang"
"Haha, sekali kali tak apalah ambilkan bunga untuk mbak Bintang"
"Kembaliannya untukku ya? Hehe"
"Baiklah, iya"
Adikku pun berlalu, tak lama kembali datang dengan setangkai bunga pada genggamnya.
"Ini bungamu hari ini mbak Bintang" diletakkannya setangkaian itu pada depan bingkai yang kupandangi tadi.
"Aih, kau manis sekali. Tapi bukankah itu tugasku?"
"Dan sekali kalipun tak apa jika aku yang sekalian berikan bunganya pada mbak Bintang, bukan?"
"Dasarr.. pergi sana"
"Haha, iya bang iya"
Bi, aku lelah sekali. Masa bodo dengan hadirnya Hana. Biar saja Tuhan yang atur jalannya. Selamat malam Bi,
Bersambung...