Rabu, 31 Desember 2014

Best Moment 2014 [Noura Book]

Selamat sore, bagaimana kabar seharian ini? Hari terakhir penutup tahunmu menyenangkan?

Ah, ya ini adalah best moment 2014 ku. Semoga menyenangkan untuk di baca.




Ah iya beberapa bulan yang lalu aku sempat patah hati. Sebab apa? Karena aku dimanfaatkan oleh seorang lelaki. Berkedok dia mencintai. Ah sudah ini bukan best moment yang ingin ku ceritakan.

Beberapa bulan setelahnya. Tidak begitu lama. Ada seorang lelaki yang menghubungiku via bbm. Namanya Ari. Ya tiba-tiba saja dia menawariku untuk menjadi partner nya dalam lomba duet puisi. Ya entahlah apa alasannya, setidaknya kami kian dekat. Dia manis dengan seribu kalimat rayunya.

Dan ini best moment nya. Aku jatuh cinta lagi. Ya pada Ari. Setidaknya dialah yang menutup tahun 2014 ku dengan manis.

Selamat sore, selamat tahun baruan untuk nanti malam.


Selasa, 30 Desember 2014

Ini Cinta, atau Apa? #4

Insiden dua bulan lalu; malam pergantian tahun.

Aku tidak ingat apa yang di ucap Andry waktu itu. Yang jelas semenjak kejadian itulah kurasa sikapnya perlahan berubah.

Aku dan Andry memang sudah berencana jauh jauh hari untuk menghabiskan malam pergantian tahun bersama. Dan bahkan Andry lah yang paling bersemangat merencanakan hal ini. Aku hanya perlu berkata setuju di setiap ocehnya tentang apa apa yang akan kita lakukan di malam pergantian tahun.

"Al, nanti kau dandan yang cantik ya" ini kalimat paling aneh yang kudengar dari lelaki itu.

"Jangan coba-coba menggodaku om" ledekku. Aku tertawa puas melihat ekspresi wajahnya yang berubah kecut.

"Ale..!! #@$$+%+123466" teriaknya sambil melempariku dengan bantal.

"Haha, kenapa aku harus dandan? Ini kan hanya malam pergantian tahun. Lagipula hanya rayakan denganmu. Untuk apa pula dandan" ucapku kemudian.

"Ah sudahlah, aku balik kamar dulu. Awas kangen yakk"

"PD sekali om. Bwee"

Andry hilang dibalik pintu kosku. Dan aku menyukseskan tubuh untuk istirahat dalam lelap yang enak.

***
Aku membuka mata, tanganku mencari cari keberadaan ponsel. Aku perlu tahu ini pukul berapa. Dapat! pukul 13:00 aku tidur cukup lama. Sejak pukul 10:00 tadi. Aku berjalan menuju kamar mandi. Lantas berganti pakaian lalu pergi menuju ke tempat kenalanku, Anna dia temanku kerja di cafe. Cantik, manis dan baik. Dia berbaik hati meminjamkan gaun, dan berjanji akan mendandaniku malam ini. Ah baiklah aku memang terlalu malas dandan. Apalagi memakai gaun. 

Dan setelah Anna bersusah payah memoles wajahku sana sini. Dan menyuruhku berganti baju dengan gaun biru laut miliknya. Aku mendapati sosok yang lain pada cermin. Sungguh seperti bukan aku.

"Ah, kau makin terlihat cantik Al" ucap Anna.

"Kau yang pandai memolesku dengan make-up An. Terimakasih sudah membuatku secantik ini. Ini pukul berapa?"

"Pukul enam, hampir setengah tujuh"

"Aku harus segera pergi. Terimakasih sekali lagi. Gaunmu akan ku kembalikan lusa" aku memeluk Anna dan berlalu pergi.

"Tak usah dikembalikan. Gaun itu hadiah untukmu" kalimatnya terdengar samar di telingaku.

***
Aku melihat punggung lelaki berdiri di sisi lain tempat kos. Ya, lelaki itu pastilah Andry. Dia pasti telah menunggu lama.

"Dry" ucapku.

Lelaki itu hampir sempurna menoleh pada arahku. Lantas mataku melirik pintu kamar Andry yang bergeser. Dan Andry keluar setelahnya, tubuhnya menutupi lelaki yang kulihat pertama tadi. Jika Andry baru saja keluar kamar. Lelaki yang tadi siapa? Tak sempat aku berpikir. Andry sudah membolak balikan tubuhku. 

"Ale.. kau manis sekali dengan gaun ini" wajahnya girang bukan kepalang.

"Ah sudahlah. Kau membuat dandananku rusak. Bagaimana? Aku cantik tidak?" 

"Sungguh cantik sekali Al" ucap lelaki yang tadi, mendahuli gerakan bibir Andre. Aku hampir saja lupa bila ada seorang lelaki berdiri di situ.

"Kev?" Ucapku terbengong bengong mendapati Kev di depan mata.

"Hehe, iya. Apa aku mengganggu acara kalian?" ucap Kev dengan senyum khasnya yang manis.

"Tidak. Kau bisa gabung bersama kami. Lagipula akan semakin rame bila ada kamu juga. Benar kan dry?" ah aku menyesali kalimat ini. Ini awalmula kenapa Andry menjadi berubah sepertinya.

"Iya tentu saja" ucap Andry. Ya Tuhan harusnya aku memerhatikan ekspresi yang berubah pada raut Andry.

"Kita jalan sekarang?" Ucapku bersemangat.

Kami akhirnya jalan bertiga. Menuju tempat yang sudah dipilih oleh Andry sejak jauh-jauh hari. Taraa!! Jembatan Suramadu. Kami sampai pukul sembilan. Lumayan jauh dari kosan memang. Aku kagum bukan kepalang baru kali ini aku melihat Suramadu dengan lampu kerlap kerlip yang indah seperti ini apalagi ini malam pergantian tahun. Ada banyak pengunjung lain yang memilih tempat ini untuk habiskan waktu. Andry pintar memilih tempat ini untukku.

"Dry ini bagus sekali. Aku suka" celetukku

Andry tersenyum puas. Bernafas lega pilihannya akan Jembatan Suramadu tak sia-sia.

Kami mengobrol bertiga. Tentang banyak hal. Meski sebenarnya lebih banyak aku dan Kev yang mengobrol.

"Sepuluh menit lagi pukul 24:00" celetuk Andry.

"Benarkah? Tak terasa juga ya? Terus apa? Akan ada kembang kembang api sana sini?"

"Lebih dari itu Al" ucap Andry.

3, 2, 1 teriak semua orang secara bersamaan. Dan kembang api menyeruah penuhi langit. Jembatan Suramadu menjadi dua kali lipat indahnya.

"Happy new year Ale" ucap Kev lalu mengecup pipiku. Disaat yang besamaan aku seperti mendengar Andry mengatakan sesuatu yang aku sendiri tak yakin apa bunyinya. Karena di sini terlalu ramai.

Setelah itu pulanglah kami dengan diam masing masing. Aku yang masih shock mendapat kecupan dari Kev. Dan Andry, tidak tahu.

Ini Cinta, atau Apa? #3

Andry sudah mulai berubah. Sejak insiden acara tahun baru dua bulan lalu. Dia menjadi dingin. Tidak mau mengajakku bicara lebih dulu. Menjadi lebih sering mengunci pintu kosnya.

"Ale.." pintu kosku di ketuk.

Kev pikirku. Ah iya, Kev adalah atasanku. Benar, sejak Andry menyaranku untuk belerja, beberapa hari setelahnya aku memutuskan untuk mencari pekerjaan. Dan aku diterima bekerja oleh Kev di cafe milinya. Dia atasan yang baik. Tinggi dan tampan, sempurna sebagai sosok laki-laki.

Aku berdiri, berjalan arah pintu. Dan benar ku dapati Kev di balik pintu, sudah dengan senyum khasnya yang manis.

"Kev? Ada apa? Bukankah ini jadwal untuk aku libur?"

"Mau jalan?" Tawarnya singkat.

"Kemana?"

"Ganti bajulah, nanti juga akan tahu"

Kupikir memang lebih baik jika aku merefresh otak, supaya tidak hanya Andry yang berkeliaran di dalamnya.

"Baiklah, tunggulah sebentar"

"Lamapun aku tetap tunggu" tetap dengan senyum khasnya yang manis.

Selasa, 23 Desember 2014

Ini Cinta, atau Apa? #2

"Kau tak ingin bekerja Al?" 

Aku tidak menyangka akan mendengar pertanyaan semacam ini.

"Apa aku harus bekerja, dry?"
"Menurutku begitu"
"Kenapa?"
"Kau tak bisa selamanya mengandalkan kakakmu Al. Kaupun harus benar-benar bisa menghidupi dirimu sendiri. Setidaknya bukan untuk mencari uang, tapi untuk mencari pengalaman. Aku yakin dengan kau mencoba bekerja, kau akan bisa belajar banyak tentang hidup"

Aku tak terlalu memerhatikan kalimatnya. Aku terlalu lapar. Tapi sedikit banyak aku mengerti maksudnya. Andry benar aku harus segera mencari kegiatan baru, bekerja? Itu ide yang bagus.

"Tumben Om ini pintar sekali" gurauku. Biar sekalian kugoda saja. Haha

"Aih, berapa kali aku harus bilang? Aku ini masih muda, masih 23 tahun kau tau? Menyebalkan"

"Haha tetap saja lebih tua dariku. Bweee" aku menjulurkan lidah dan berlari meninggalkannya. "Terimakasih traktirannya. Aku ke kos duluan" teriakku di sela lari. Kutengok kearahnya, dia hanya geleng geleng dan menggerutu kesal. Haha.

Aku duduk di beranda. Sudah pukul 08.30 malam. Dan orang tua itu belum kembali. Kemana saja, apa mungkin dia tersesat? Aih, aku hampir memutuskan untuk masuk kamar dan berhenti menungguinya.

"Woy Ale si anak kecil belum tidur?" Teriak Andry dari arah jam 11.

"Belum aku hanya ingin pastikan orang tua sepertimu dapat sampai kosan dengan selamat. Aku takutnya kau pikun, dan lupa alamat kosmu"

"Sialan kau ya" dia berlari menuju arahku, dan sebelum aku berhasil selamatkan diri, aku tertangkap duluan. Sial.

"Aih rasakan ini. Rasakan ini. Rasakan ini" mengacak acak rambut. Menggelitiki perut. Ah aku akan mati sia sia jika tidak segera berteriak ampun. Jadi kuputuskan menyerah saja.

"Ampun. Aku kalah. Haha geli geli. Lepaskan"
"Haah akhirnya menyerah juga. Uih mengerjaimu apa harus secapek ini? Uih"
"Haha kau benar-benar pantas disebut pak tua, sebegitu saja sudah capek. Bwee" dan sebelum aku kena lagi aku segera lari dan memasuki kamar.

"Ey.. curang kau ya" teriaknya samar. Akupun putuskan untuk tidur saja.

Senin, 22 Desember 2014

Ini Cinta, atau Apa? #1

Aku mengintip hujan lewat celah sempit yang ku buat sendiri pada jendela. Tidak terasa sudah setangah tahun aku habiskan hari di kota pahlawan ini. Aku Alyce Lang, orang di sekitarku panggilku Al atau Ale. Ibuku orang Inggris. Ayahku orang China. Meski begitu aku jarang sekali berada di Inggris atau di China. Aku lebih sering berkeliaran di Bogor dan Bekasi. Ah ya, aku lebih mirip ayahku; kulit putih, mata sipit, kalian taulah perawakan orang China. Aku, seperti itu. Orang tuaku telah tiada semua. Ibu berpulang tiga tahun lalu. Sedangkan ayah menyusul ibu dua tahun setelahnya; ya, ayah berpulang baru-baru ini. Sekarang aku hidup sendiri, tinggal di salah satu kos umum di kota Surabaya. Aku memiliki kakak, dia sudah miliki keluarga sendiri, jadi aku memang harus hidup sendiri bukan?.

"Kau tak apa jika harus tinggal sendiri Al?" Ucap kakakku kala itu.
"Tak apa kak. Aku juga bisa belajar mengenai hidup bukan?" Jawabku.
"Tapi kau baru 18 tahun"
"Lantas kenapa? Biarlah kak, toh usia bukan menjadi batas ukuran lagi. Biar ku coba"
"Baiklah. Tapi kau harus janji akan kabari kakak bila ada masalah. Kakak akan kirimimu uang setiap bulan. Kau ingin kuliah? Nanti biar kakak bantu urus"
"Tentu kak akan ku kabari jika aku perlu bantuan. Mengirimiku uang bulanan kan memang menjadi tugasmu. :p tidak aku tidak ingin kuliah. Aku ingin bebas saja"
"Baiklah kalau begitu. Kau mau tinggal dimana? Di rumah ayah dan ibu?"
"Tidak. Kakak saja yang tempati rumahnya. Aku mau kos saja. Aku ingin ke Surabaya"
"Kau serius Al? Itu jauh sekali"
"Justru itu kak, aku ingin benar benar memulai hidupku yang baru"
"Haahh.. aku bisa apa? Kau selalu saja seperti ini jika berkeinginan"

Haha setelah mengingat percakapan beberapa bulan yang lalu itu aku menjadi rindu kakak. Apa kabar dia saat ini. Kenapa belum kirimiku uang untuk tahun baru. Ahh aku jadi lapar.

Akupun memutuskan untuk akhiri segala jenis lamunan yang melintas. Kulihat hujan sudah mereda. Aku keluar kamar menuju kamar sebelah. Mengetuk pintu satu kali lantas masuk tanpa harus dikomando si pemilik kamar. Mencari tempat untuk merebahkan diri.

"Ah kau, selalu saja seperti ini"
"Hehe" Aku nyengir saja.
"Ada apa?" Tanyanya sembari mengambil tempat di dekatku.
"Aku lapar dry"

Andry adalah tetangga kos ku. Dia lah orang pertama yang ku kenal setibanya aku di Surabaya. Dia pemuda yang baik menurutku. Usianya 23 tahun, dia bekerja di sebuah perusahaan swasta. Entahlah aku tak terlalu mengerti juga. Yang pasti dia orang yang bisa ku andalkan dalam segala hal belakangan ini.

"Lalu?"
"Lalu apanya? Kakakku belum kirimiku uang. Aku minta traktir" memasang muka semanis yang ku bisa.

Sebenarnya aku tentu saja miliki uang. Aku hanya ingin mengerjainya saja.

"Ah kau ini. Baiklah ku traktir. Mie ayam depan yak" jawabnya kemudian.
"Ok" aku mengangguk angguk senang.

Melepas Lalu #End

-- Kepada Gesang

Selamat petang lelaki dengan seribu kemampuan merayu; meluluh lantakan hati. Kabarmu selalu baik bukan? 
Ah iya selamat ulang tahun. Beberapa hari yang lalu kau bertambah usia bukan? Entahlah aku masih ingat saja. Haha. 
Bagaimana kabar wanitamu yang baru? Lebih baik dariku? 
Gesang, rindukah kau dengan omelku? Jujur saja aku rindu sekali dengan segala bentuk omelmu. Aku rindu kau larangku ini itu. 
Gesang, sudah lama sekali bukan aku tak mengganggumu dengan tulisan panjang seperti ini. Biar ku tebak kau masih tak suka membaca, sama seperti dulu? Benar?
Gesang, ingatkah? Kau selalu mengeluh ketika aku kirimkan deret kata yang panjang padamu. "Aku malas membacanya sayang" itu kalimat balasmu. Waktu begitu cepat berlalu ya, Ge.
Ah iya alasan aku menulis ini; selain rindu padamu aku juga ingin kabarkan, bahwa aku bahagia Gesang! Setelah lalui segala proses yang kaupun sendiri pasti sadar betapa melelahkannya; akhirnya aku jatuh pada lelaki baru. Dia lelaki yang teramat baik, hampir sama denganmu. Sungguh, betapa dia mampu mengertiku Gesang. Meski dia tahu benar namamu masih saja diteriakkan pelan oleh hatiku. Tapi tetap saja, dia cintaiku tulus. Dia manusia tepat untuk gantikan posisimu bukan?
Aku senang Gesang. Bulan depan kami akan menikah. Bagaimana? Kaupun sama senangnya denganku bukan?
Gesang, kau sudah mulai lelah membaca ini? Baiklah ku sudahi saja, ekspresi lelahmu sudah cukup membuatku terbahak saat ini.
Gesang, selalulah bahagia. Aku tahu Tuhan begitu sayang padamu, hingga kaupun disuruhnya pulang dan meninggalkanku.

Gesang...
Aku bahagia,

Tertanda, Pita.

-- aku melipat kertas suratku, serupa perahu, lantas ku hanyutkannya di danau tempat kami menghabiskan waktu; dulu.

Hpku berdering, Mara yang menelfon. "Sayang, kau dimana?" Bunyi suara di seberang sana.

"Aku di danau. Dekat taman biasa" 

"Baiklah aku akan menjemputmu. Kau tak lupa hari ini kita harus pastikan gaun pengantin bukan?"

"Tentu saja, mana mungkin aku lupa sayang" Sambungan terputus.

Akupun beranjak berdiri. Kuputuskan menunggu jemputan Mara di gerbang taman saja. Dan kepada masa lalu karam itu, aku benar-benar telah melepasmu. Ah iya juga kepada senja dan hujan, maaf aku membagi cintaku lagi; pada Mara.

Tamat.

Melepas Lalu #3

Minggu minggu berlalu setelah perkenalan aneh itu, aku dan Mara entah saja menjadi begitu dekat. Dia pendengar yang baik. Perhatiannya luar biasa. Dia orang yang tepat untuk di cintai, menurutku.

"Pita! Maaf sudah membuatmu menunggu"

Aku memang telah menunggunya semenjak tadi. Tapi tak masalah, lagi pula aku juga suka tempat ini. Aku mencecap kopiku sedikit. "Tak apa, lagipula aku tak terlalu lama menunggu. Duduklah"

"Ada apa? Kau sudah merindukan ketampananku?" Ucapnya sembari tertawa.

Pun aku ikut tertawa kecil. Mara memang selalu begitu, terlalu PD. "Mara seriuslah sedikit. Ini tentang ucapanmu kemarin senja di taman"

"Pita, bila kau masih belum tau akan jawab apa. Jawablah nanti saja, saat kau sudah benar-benar tau akan jawaban terbaiknya. Takusah kau paksakan"

Aku diam, masih menyusun kalimat jawab untuk kalimatnya barusan.

"Pita, aku tau kau masih begitu mencintai Gesang. Hatimu masih sering teriakkan pelan nama itu, aku tau. Jujur saja aku iri. Dan tentang percakapan kita kemarin senja itu aku tak bohong. Aku tetap ingin habiskan sisa tawa dan tangisku denganmu"

Aku mutlak diam. Bibirku tak lagi mampu berucap kata. Pipiku basah.

"Jangan menangis, aku tak suka" ucap Mara sembari menyeka tangisku.

Bersambung...